------------------------------------------------------------------------------------------
Prolog.
Secara historis tanah luwu adalah sebuah lingkup hamparan area yang begitu lestari, sebuah taman yang bisa mensejahterahkan, menghidupi, memberi harapan semua komponen masyarakat manusia didalamnya, tempat dimana terjadi penyatuan manusia dan lingkunganya yang kemudian berevolusi diantara berbagai segmen-segmen sosial. “Wanua Mappatuo Naewai Alena”, merupakan sebuah ungkapan nilai yang memiliki kandungan historis, sosiologis, religius, demokratis, politis. Sebuah ungkapan ilustratif yang mengambarkan kondisi objektif lingkungan, masyarakat dan sistem ideal yang memayungi keduanya. Secara harfiah “Wanua Mappatuo Naewai Alena” dalah sebuah tempat yang memiliki anugerah kemelimpahan sumberdaya untuk mengsejaterahkan masyarakatnya.
Apabila aksara tradisional ini ditinjau dari sisi historis, sosiologis,
religius, demoktatis dan politis, maka gambaran idel akan terlihat
dalam segala sisinya. Ada kekuatan didalamnya, kemandirian, lingkup
otoritas, dan mampu memberi jaminan perlindungan keamanan, ketentraman,
kedamaian, kesejateraan, kemakmuran, kecukupan pada semua lapisan
masyarakat secara proporsional yang berkeadilan.
Namun kondisi sekarang, seolah telah menutup mata dari kenyataan
tersebut. “Wanua Mappatuo Naewai Alena” diartikan sebagai sebuah aksara
yang “pasif”, hanya semata sebagai tempat yang dianugerahi kemelimpahan
sumberdaya alam. Menafikan aspek kematangan sosiologis, melupakan semua
nilai-nilai luhur didalamnya. Sehingga dalam perjalanan pembangunan
sampai sekarang ini telah membekaskan ketertinggalan, ketidak berdayaan
sumberdaya manusianya untuk tampil kompetitif pada skala yang lebih
luas.
Untuk itu, dalam konteks organisasi kedaerahan, organisasi PB
IPMIL RAYA sendiri, di dirikan sebagai alasan praktis untuk menyahuti
berbagai persoalan mendasar generasi lokal. Sebuah kebutuhan akan
perlunya sebuah agen kontrol, wadah kaderisasi untuk mencetak sumberdaya
manusia yang berkualitas, dan dapat berkonstribusi untuk daerah dan
bangsanya.
Namun seiring dengan perjalanan waktu organisasi PB IPMIL-RAYA yang
didirikan tahun 1958 telah mengalami pasang surut. Dinamika organisasi
telah banyak terkontaminasi oleh berbagai farian-farian kepentingan
politik praktis yang menyeret seluruh waktu dan energi keorganisasian.
Pada sisi yang lain, kaderisasi sebagai sebuah cara dalam menciptakan
sustenibilitas organisasi terhenti dikarenakan tingginya sikap
indifidualisme dalam organisasi. Sulitnya aparatur organisasi memilih
secara tegas antara target-target pragmatis dan tujuan-tujuan
organisasi, semua bercampur baur dalam sebuah skenario aksidentil,
pragmatis dan bertujuan jangka pendek.
Degradasi organisasi dalam mengarungi dinamika zaman
membukakan pelajaran, ilham dan ide kepada para pengurus baru, Pengurus
Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu-Raya (PB IPMIL-RAYA)
priode ini untuk mencermati penomena historis tersebut dan mencoba
mencari berbagai solusi kongkrit untuk mewujudkan sebuah organisasi yang
memiliki citra, rasa, kualitas, tanggung jawab dan propesionaliti dalam
prosesnya. Sebuah organisasi yang mampu menentukan arah, laju dan bisa
mencapai tujuan luhurnya tanpa menghilangkan potensi generasinya dimasa
mendatang.
Tugas para Pengurus Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu-Raya
(PB IPMIL-RAYA), adalah sebuah amanah sejarah, sebuah amanah suci,
sebuah titipan yang luhur, sebuah keniscayaan bagi para pelakunya untuk
menorehkan sebuah cerita yang bisa membekas sepanjang masa, seberkas
tanggung jawab yang di dalamnya dititipkan harapan ribuan pelajar,
mahasiswa, dan seluruh rakyat Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar